Translate

Pesantren darul Hidayah: Proposal pembangunan tanah wakaf

Pesantren darul Hidayah: Proposal pembangunan tanah wakaf

Assallamualaikum. wr.wb
boleh minta rinciannya bapak?
kalo boleh saya minta untuk pembangunan pondok pesantren di kota saya. ke email ini ekaazhar@ymail.com
terimakasih

Menulis dengan, Tingkatkan Aktivitas Otak

PKD - Besar sekali manfaat menulis dengan tangan salah satunya adalah meningkatkan aktivitas otak, tapi kini kegiatan tersebut sudah banyak ditingalkan dan diganti dengan kebiasaan mengetik diatas keyboard.

Menurut sebuah penelitian kedua kegitan ini bisa mengaktifkan dua bagian otak yang berbeda, selain itu kedua menimbulkan pengalaman sensorik yang berbeda pula.

Seperti diberitakan kompas health mengutif Anne Mangen salah seorang peneliti dari University of Stavangers Reading Centre, Norwegia menyatakan "Tubuh kita didesain untuk berinteraksi dengan dunia di sekeliling kita. Kita memiliki 'alat' untuk menggunakan obyek fisik untuk mengerjakan tugas, misalnya buku atau pena."

Penelitian Anne Mangen dan tim yang dipublikasikan dalam jurnal Advances in Haptics menyimpulkan bahwa aktivitas menulis dengan tangan akan meninggalkan jejak "memori motor" di bagian otak yang disebut sensorimotor. Proses ini akan mendorong kemampuan visual dalam mengenal huruf dan angka.

"Meski terkesan dua hal yang berbeda, sebenarnya menulis dan membaca saling berkaitan," kata Mangen.

Dalam penelitiannya, Ane membagi partisipan menjadi dua kelompok, yakni kelompok yang menulis dengan tangan dan yang mengetik lewat keyboard. Kemudian mereka diminta mempelajari alfabet yang belum pernah dikenal sebelumnya.

Ternyata orang dari kelompok yang menulis dengan tangan memiliki hasil yang lebih baik dalam tes dibanding orang yang mengetik di keyboard.

Hasil pemindaian otak juga menunjukkan orang yang menulis dengan tangan, bagian otak yang disebut broca lebih aktif. Bagian otak ini berkaitan dengan kemampuan berbahasa. Kerusakan di bagian otak ini, misalnya akibat kecelakaan, bisa menyebabkan seseorang sulit berbicara.


Penulis : Azhar Eka P

ketika hidup bagaikan sebidang tembok...

Jika anda anggap hidup ini bagai sebidang tembok, agar kokoh bangunlah dengan batu-batu besar nan kuat. Batu-batu besar itu adalah sesuatu yang berat dipikul, keras di jinjing; sesuatu yang kita perjuangkan atas nama cinta; yang senantiasa kita perjuangkan; sesuatu yang padanya kita rela berkorban, berjerih-jerih, bahkan menukarnya dengan segenap jiwa dan raga.
Sesuatu itu bisa berupa keluarga, persahabatan, pekerjaan, atau apa pun yang begitu berharga sehingga kita harus membangunnya kuat-kuat; serta memolesnya indah-indah.
Namun demikian, agar bebatuan besar itu saling rekat-merekat kuat, ia harus ditautkan dengan pasir-pasir kecil. Pasir-pasir lembut yang melindungi telapak kaki kita dari perihnya peristiwa. Pasir-pasir itu adalah kegembiraan dalam syukur, senyuman di balik peluh, serta kehangatan hubungan antar sesama. Jika demikian, maka kita akan dapati sebuah tembok yang menjadi monumen simbol kehadiran kita di dunia ini. Dan, itu tentu jauh lebih baik ketimbang hanya sekedar meninggalkan sepasang nisan di batas kubur.
Anda takkan pernah belajar lebih sedikit, anda hanya bisa belajar lebih banyak. (R. Buckminster Fuller)
Kebutaan di abad 21 ini bukan mereka yang tak bisa membaca dan menulis,
namun mereka yang tak bisa belajar, mengubah pelajaran dan mengulang

sahabat

Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri.
Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah.
Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karenanya…
Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya.
Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur - disakiti, diperhatikan - dikecewakan, didengar - diabaikan, dibantu - ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.
Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya.
Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.
Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.
Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis. Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya. Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya.
Ingatlah kapan terakhir kali kamu berada dalam kesulitan. Siapa yang berada di samping kamu ?? Siapa yang mengasihi kamu saat kamu merasa tidak dicintai ?? Siapa yang ingin bersama kamu saat kamu tak bisa memberikan apa-apa ??
MEREKALAH SAHABATMU
Hargai dan peliharalah selalu persahabatanmu
tanpamu,
takkan pernah berarti apapun........
ku slalu mencari arti sebuah persahabatan'
yang kutemukan di tengah2 kalian..........!

to: my beloved friends in this forum............... hanya sekedar curahan hati dr seorang sahabat kepada para sahabat............!

salam kenal teman

ini blog baru saya,

kalau andai menyukainya terimakasih...
saya baru pemula, jadi kalau teman-teman ingin memberi komentar saya terima..





hehe.. :p

Katalog Kehidupan

Sewajarnya. Begitu yang Rasulullah SAW. ajarkan dalam menyukai atau membenci sesuatu. Karena sesuatu yang kita anggap baik, bisa saja suatu saat menjadi hal yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Dan sebaliknya, hal-hal yang sangat kita benci, kita jauhi, kita hindari, tidak menutup kemungkinan kelak dapat menjadi teman karib dan sahabat setia. Sebuah justifikasi paten rasanya kurang berhak kita legalkan atas seseorang untuk selamanya. Karena kita terhijab dari masa depan. Kita tak pernah tahu, perubahan apa yang akan terjadi esok. Yang bisa kita berikan adalah penilaian terhadap keadaannya, saat ini. Ya, Saat ini...
Pada tulisan ini saya lebih menyoroti kecenderungan terhadap sesuatu yang kita anggap baik. Terutama dalam hal perasaan. Jaah... iya deh, cinta maksudnya! Mau ngomong gitu aja ribet banget dah saya :p
**********
Kecenderungan yang berlebihan, akan mengaburkan keobjektifan.
Syifa misalnya, sudah bertahun-tahun mengagumi dan mengharapkan seorang seniornya sejurusan yang tampak tampan, sabar, alim, dan berwibawa. Dan Syifa pun merasa, si senior juga memberi harapan padanya. Ketika sebuah tawaran untuk merangkai bahtera rumah tangga datang dari seorang ikhwan yang cukup qualified, Syifa menolaknya. Hasil istikharahnya: tidak diberi kemantapan hati. Namun bukan karena ada cacat pada si ikhwan, melainkan masih mengharapkan si senior, dan hatinya merasa tak lega untuk memulai dengan yang lain, selama senior itu belum mendapatkan pendampingnya. Syifa merasa, dengan ’tanda-tanda’ dari si senior yang selama ini dia rasakan (catat! Yang dia rasakan) pasti masih ada kesempatan baginya untuk menjadi yang terpilih. Ketika mengagumi sesuatu, kita juga mulai menjadikannya sebagai tolak ukur terhadap yang lain.
Bayangkan jika kondisinya berbeda: Syifa belum memiliki pandangan siapa-siapa. Hatinya masih bersih-netral, tentu Syifa bisa lebih objektif memikirkan tawaran ikhwan itu.
***********
Kemudian, kecenderungan yang diiringi justifikasi itu akan berubah menjadi sebuah ekspektasi-ekspektasi yang berlebihan pula. Sementara ekspektasi yang berlebihan, akan memunculkan sebuah kekecewaan yang lebih dalam, bila kita memergoki sebuah kenyataan yang gak sinkron dengan harapan.
Baik, mari kita lanjutkan kisah Syifa tadi. Oke, pada akhirnya, feeling Syifa memang benar. Senior itu pun memilihnya untuk merajut cinta dalam sebuah ikatan yang halal. Mereka pun mulai mendayung biduk bersama. Namun, pada perjalanannya, ternyata tak semulus yang Syifa bayangkan. Ada banyak kekecewaan, dan penyesalan yang datang belakangan, setelah tahu bahwa senior pujaan yang kini menjadi suaminya itu, ternyata tak sesabar, sealim, dan sebijaksana yang dulu ia sangka.
*************
Berbeda dengan mereka yang tak terlalu berekspektasi, sejak awal yang mereka siapkan adalah penerimaan terhadap segala keadaan, baik maupun buruk. Mereka mengandalkan prasangka baik untuk memercayai bahwa kita sesosok makhluk dengan banyak kelebihan, sekaligus menyiapkan sebuah pemakluman, bahwa kita juga manusia biasa dengan segala keniscayaan untuk memiliki kekurangan.
Saya ga bilang ini mutlak, ya. Mereka yang berkecenderungan lebih dulu pasti selalu kecewa pada akhirnya, sementara yang bener-bener mulai mengenal dari nol, selalu dilimpahi kesyukuran dan kebahagiaan. Ga gitu juga, semua lebih tergantung dari komitmen masing-masing pasangan untuk mau saling dibenarkan dan membenarkan atau enggak. Mau saling menjaga agar tetap dalam kebaikan atau enggak. Tapi at least, mindset dan alam bawah sadar yang terbentuk dari sebuah kecenderungan itu seperti yang udah saya tulis berkalimat-kalimat tadi, juga berperan disini. :p
Saya rasa, berharap, berkecenderungan, dan berekspektasi adalah hak masing-masing orang. Tapi kalo boleh saya tambahkan sebuah syarat: harus bisa memanage-nya dengan baik. Tidak berlebihan, tidak mengaburkan keobjektifan, tidak menjadikannya tolak ukur untuk sebuah kesempurnaan, tidak menjadikannya sebagai tujuan dalam memperbaiki diri yang pada akhirnya akan mengurangi keikhlasan kita pada Allah, dan yang paling penting: bersiap tak hanya untuk bahagia, tapi juga kecewa sebagai 2 bentuk konsekuensi atas sebuah harapan. Jadi gak timpang.. Bersiap dengan konsekuensi terburuk, tapi juga tak membuat diri kita terlalu takut untuk terus melangkah.